Tim Dosen Politeknik Negeri Jember (Polije) berhasil mengembangkan Aplikasi Intelligence System Ultrasonografi (IS-USG) yang dirancang khusus untuk domba bunting. Aplikasi ini bertujuan untuk membantu identifikasi janin dan mencegah kegagalan kelahiran di lokasi peternakan CV Gumukmas Multifarm.
Ketua pelaksana program Dana Padanan Perguruan Tinggi Vokasi, Dr. Denny Trias Utomo, S.Si., M.T., menjelaskan sistem USG yang umum digunakan selama ini hanya menampilkan citra visual keadaan janin domba. Berdasarkan diskusi dengan pihak CV Gumukmas Multifarm, kebutuhan yang diinginkan adalah data komprehensif yang mencakup riwayat kehamilan, kondisi kesehatan janin, dan kebutuhan nutrisi yang seimbang. Data tersebut diharapkan dapat disajikan secara visual, mudah dioperasikan, akurat, dan presisi, sehingga dapat mengurangi risiko kegagalan kelahiran pada domba.
“Tim Polije menambahkan fitur rekam medik dan deteksi dini kesehatan domba menggunakan sistem kecerdasan buatan berbasis machine learning. Data citra visual yang diekstraksi dari ultrasonografi akan diolah menggunakan modul berbasis mikrokontroler Raspberry Pi terbaru, sehingga dapat menyajikan data rekam medik yang akurat dan presisi tinggi,” ujar Denny.
Program ini merupakan hasil kerjasama dengan anggota tim lainnya, yaitu Dr. Ir. Hariadi Subagjan, S.Pt., M.P., IPM, Dr. Ir. Dadik Pantaya, M.Si., IPUI, Drh. Dharwin Siswantoro, M.Kes, dan Shabrina Choirunnisa, S.Kom., M.Kom. Denny menegaskan bahwa inisiatif ini merupakan wujud implementasi perguruan tinggi sebagai lembaga akademis yang berperan sebagai katalis untuk menciptakan produk berbasis teknologi yang bermanfaat bagi masyarakat.
“Program Dana Padanan Perguruan Tinggi Vokasi (PTV) Tahun 2024 diharapkan dapat meningkatkan kualitas budidaya domba di CV Gumukmas Multifarm dan budidaya domba nasional secara umum, menciptakan kondisi yang berdampak positif pada pengembangan ekosistem pendidikan dan industri,” kata Denny.
Agus Solehul Huda, pemilik CV Gumukmas Multifarm, menyatakan bahwa program ini sangat dibutuhkan oleh peternak. Ia menjelaskan bahwa banyak permasalahan yang dihadapi dalam beternak domba, terutama dalam deteksi kehamilan.
“Penting untuk melakukan deteksi awal pada domba hamil berusia 40-60 hari, sehingga domba bisa dijual lebih awal dan mengurangi biaya pemeliharaan,” ujar Agus.
Agus juga mengungkapkan bahwa kegagalan kelahiran domba sering terjadi akibat kelahiran yang tidak normal.
“Deteksi dini diperlukan untuk memberikan rekomendasi perlakuan treatment agar perkembangan janin dapat normal, termasuk pemberian pakan dan nutrisi seimbang dengan probiotik,” tambahnya.
Ia melanjutkan bahwa hasil breeding yang telah diperoleh selama ini belum dicatat dengan akurat dan belum ditampilkan pada sertifikat domba.
“Program ini sangat kami butuhkan, terutama dalam upaya peningkatan kualitas budidaya domba. Alat yang dikembangkan oleh Tim Politeknik Negeri Jember dapat menyajikan data secara real-time dan mudah dibaca, serta membantu kami dalam mendiagnosis kondisi janin pada awal kehamilan,” ujar Agus.
Menurut Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, produksi daging kambing atau domba di Indonesia pada tahun 2022 mencapai 112,93 ribu ton, dan diprediksikan akan naik menjadi 115,96 ribu ton pada tahun 2023. Meskipun produksi diperkirakan akan fluktuatif, ada kecenderungan peningkatan rata-rata sebesar 0,30 persen per tahun, sehingga menjadi 114,59 ribu ton pada tahun 2027.
Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya intensif untuk meningkatkan produktivitas domba agar dapat memenuhi kebutuhan konsumsi domestik dan mengurangi ketergantungan impor daging kambing dari negara lain. Melalui aplikasi IS-USG, diharapkan kualitas budidaya domba di Indonesia dapat terus meningkat, memberikan dampak positif bagi sektor pertanian dan ekonomi lokal. (hnf)