PANCASILA PEMERSATU BANGSA

Kuliah Umum Wakil Kepala BPIP

Perkembangan teknologi dan informasi yang sangat pesat khususnya di era revolusi industry 4.0, merupakan peluang sekaligus tantangan untuk dimanfaatkan untuk menghasilkan karya unggul dan kontributif untuk pembangunan bangsa. Akan tetapi kondisi sebaliknya, akan berpengaruh dan atau akan menjadi penghambat laju pembangunan.

Keterangan foto :
Inspirasi dari Pancasila : Prof. Dr. Hariyono, M.Pd sebagai Wakil Ketua Badan Pembinaan Indeologi Pancasila ketika Memberikan Kuliah Umum Pancasila di Kampus Polije

Perbincangan hangat di dunia maya tentang salam Pancasila dijelaskan gamblang oleh Wakil Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Kamis (27/2) di Kelas G1 Gedung Asih Asah Asuh Politeknik Negeri Jember (Polije). Salam Pancasila tersebut sempat viral, lantaran diisukan oleh sebagian kalangan yang tidak bertanggung jawab sebagai pengganti salam agama, termasuk assalamualaikum.

Sebelum inti kuliah umum disampaikan oleh Wakil Kepala BPIP Prof.Hariyono, M.Pd, mahasiswa Polije pun diajak melakukan salam Pancasila terlebih dahulu.”Tangan Melebar dan tingginya sebahu,ini gerakan salam Pancasila”, katanya.

Dia menjelaskan, hakikat melebarkan jamari tangan tersebut tidak lain sama dengan Pancasila yang terdiri atas lima sila. Hariyono menjelaskan, salam Pancasila itu bukan sebagai monopoli Negara dan bersifat melengkapi salam-salam yang ada selama ini seperti salam Pramuka, salam komando, selamat pagi dan lain sebagainya.

Artinya, bukan serta-merta semua salam itu pakai salam Pancasila.”Kalau pakai salam Pancasila itu lihat konteksnya dulu. Pemakaian salam di Indonesia itu banyak, ada salam Pramuka, dan salam lainnya”, jelasnya.Salam Pancasila juga bukan berarti pengganti salam-salam lainnya, termasuk salam agama.

Acara dengan tema pemantapan ideologi untuk menjaga eksistensi NKRI tersebut juga dijabarkan oleh Hariyono. Menurutnya, pidato tentang Pancasila itu jangan dibuat muluk-muluk,  sebaiknya disampaikan dengan penggunaan diksi yang tepat, dengan tutur yang menyenangkan yang mudah difahami oleh seluruh lapisan masyarakat.

“Mengisi kemerdekaan untuk mahasiswa tidak seperti pejuang kemerdekaan dulu yang ikut berperang. Mahasiswa secara riil bisa melakukan aktifitas untuk meningkatkan kapasitas, pengetahuan dan ketrampilan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek)”, tandasnya Harioyono.

Masih menurutnya tidak mungkin jadi bangsa besar jika tidak menguasai iptek. Karena lewat iptek tersebut, setidaknya bisa memproduksi kebutuhan bangsa sendiri dan kualitasnya setara dengan produksi luar negeri. “Alam  kita besar, tapi ipteknya belum maksimal. Jadi, banyak yang menikmati kekayaan alam bangsa ini adalah orang asing,” jelasnya. Apalagi sekarang sedangkan dikembangkan kecerdasan artifisial yang banyak membantu untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Hal yang sederhana, kata dia, kurang termanfaatkan adalah memaksimalkan lingkungan sekitar,”Bangsa ini banyak yang kurang nutrisi, karena tidak memanfaatkan potensi lingkungan sekitar. Padahal, seperti tanaman kelor, sebetulnya luar biasa mangatasi Stunting,” jelasnya. Dengan memaksimalkan potensi lingkungan sekitar, maka bangsa ini tidak aka nada cerita ketergantungan beli gizi dari produk asing.

Pandangan Hariyono ini, menguatkan intisari sambutan Direktur Polije yang diwakili Wadir Bidang Umum dan Keuangan Ir. Abi Bakri, M.Si. “Kedepan penjabaran nilai-nilai Pancasila bisa disampaikan sesuai dengan karakteristik dan komoditi di setiap lapisan masyarakat”, terangnya.

Menurut Abi Bakri, Polije dengan segala potensi dan prestasinya, menjadi garda depan dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat. Polije saat ini juga telah mengembangkan teaching factory (tefa) seperti Bakery, Fish Canning, Smart Green House, Pabrik Pengolahan Benih, Pakan Ternak, Feedlot dan lain sebagainya.

Hariyono selanjutnya menambahkan, bahwa Indonesia itu kerap kali dilecehkan oleh bangsa lain, salah satunya tentang sampah. “Kalau berpandangan negatif, sampah itu masalah, tapi berpikiran positif, lewat sampah bisa menghasilkan sesuatu seperti humus,” imbuhnya.

Menurutnya, jika dilecehkan,maka akan bisa melatih kedewasaan, yang pada akhirnya bisa dikembangkan jadi nilai ketuhanan seperti sila pertama. Sebab, manusia tidak akan bisa menipu Tuhan, sehingga akan adil dan beradab untuk orang lain seperti sila kedua. Hingga, bisa membahagiakan semua orang untuk keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

Abi Bakri mengatakan, anak muda sekarang cukup miris melihat tren di media sosial yang menjadi panutan. Ujung-unjungnya bisa membawa kearah kurang baik,” jelasnya. Sehingga, pemahaman Pancasila dan bagaimana menerapkan riil dengan kehidupan bermasyarakat itu diperlukan.